K.H. Zainal Mustafa: Ulama Pejuang Kebanggaan Rakyat Tasikmalaya

Table of Contents

Biografi KH Zainal Mustafa

Biografi K.H Zainal Mustafa - Di tengah gemuruh perjuangan kemerdekaan Indonesia, tidak sedikit tokoh yang berjuang bukan hanya dengan senjata, tapi juga dengan keimanan dan keteguhan prinsip. 

Salah satu di antaranya adalah K.H. Zainal Mustafa, seorang ulama kharismatik dari Tasikmalaya, Jawa Barat. Beliau bukan sekadar pengajar agama, tetapi juga pejuang sejati yang berani menentang kekuasaan Jepang dengan keberanian yang lahir dari keyakinan mendalam kepada Allah SWT.

Kisah hidup Beliau tidak hanya menggambarkan perjalanan seorang ulama, tapi juga potret keteguhan hati seorang manusia yang menjunjung tinggi kebenaran di atas segalanya. 

Di masa ketika banyak orang tunduk pada kekuatan penjajah, ia memilih untuk berdiri tegak, meskipun taruhannya adalah nyawa. Perjuangannya bukan semata untuk menolak penindasan, tetapi juga untuk menegakkan harga diri bangsa dan martabat agama Islam.

Melalui kisah hidupnya, kita dapat belajar tentang arti keberanian, keikhlasan, dan dedikasi terhadap perjuangan kemerdekaan. Sosok K.H. Zainal Mustafa adalah cermin bagaimana iman dan nasionalisme berpadu dalam satu jiwa yang kokoh.

Latar Belakang Kehidupan

K.H. Zainal Mustafa adalah tokoh ulama yang berasal dari jawa barat. Beliau lahir pada 1899 di Kampung Bageur, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat. Nama kecilnya adalah Hudaemi. 

Ia lahir dari keluarga sederhana yang taat beragama. Ayahnya, Raden Rangga Hadiprawira, dikenal sebagai sosok yang disegani di lingkungannya, sementara ibunya menanamkan nilai-nilai kesabaran dan keteguhan sejak kecil.

Lingkungan sosial Tasikmalaya pada akhir abad ke-19 masih sangat dipengaruhi oleh kehidupan pedesaan yang religius. Islam menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat Sunda kala itu. Namun, di sisi lain, penjajahan Belanda yang panjang menciptakan penderitaan sosial dan ekonomi. 

Kondisi ini membentuk karakter Hudaemi kecil menjadi pribadi yang kuat, mandiri, dan memiliki empati tinggi terhadap penderitaan rakyat.

Sejak muda, ia sudah menunjukkan kecerdasan dan semangat belajar yang tinggi. Ia belajar di berbagai pesantren di daerah Priangan Timur. Setelah menimba ilmu di beberapa pesantren lokal, Hudaemi kemudian melanjutkan pendidikannya ke Pesantren Sukamanah di bawah bimbingan Kiai Uban. 

Di sinilah awal mula cikal bakal semangat perjuangannya tumbuh, mulai dari ilmu, iman, dan kesadaran sosial yang mendalam terhadap ketidakadilan penjajahan.

Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia kembali ke kampung halamannya dan mendirikan pesantren sendiri pada tahun 1927, yang kemudian dikenal sebagai Pesantren Sukamanah. Di tempat inilah, kelak, sejarah besar perlawanan rakyat singaparna terhadap Jepang dimulai.

Perjalanan Karier dan Perjuangan

Sebagai seorang kiai muda, Beliau dikenal tegas dan disiplin. Ia mengajarkan bukan hanya ilmu agama, tetapi juga nilai-nilai perjuangan dan nasionalisme. Bagi beliau, mengajarkan Islam tidak bisa dipisahkan dari tanggung jawab sosial terhadap bangsa.

Perjuangannya mulai terlihat pada masa pendudukan Jepang (1942–1945), banyak rakyat yang terpaksa tunduk pada aturan penjajah karena tekanan dan kekerasan. 

Jepang menerapkan berbagai kebijakan keras, termasuk upacara Seikerei, yaitu penghormatan kepada Kaisar Jepang dengan cara membungkuk ke arah matahari terbit. 

Bagi K.H. Zainal Mustafa, hal ini jelas bertentangan dengan akidah Islam karena bentuk penghormatan seperti itu hanya layak diberikan kepada Allah Swt.

Beliau menolak keras upacara itu. Dalam pandangannya, “Tidak ada satu pun manusia yang pantas disembah selain Allah.” Penolakan ini menjadi simbol perlawanan spiritual terhadap penjajahan Jepang.

Pada awalnya, pemerintah Jepang mencoba membujuknya agar mau ikut upacara, tetapi Ia tetap menolak dengan sopan namun tegas. Karena sikapnya yang keras, pihak Jepang mulai mengawasinya. Pesantrennya dianggap sebagai pusat gerakan yang berpotensi mengancam kekuasaan mereka.

Titik balik perjuangan terjadi pada Februari 1944, ketika Jepang mengirimkan pasukan ke Pesantren Sukamanah untuk memaksa para santri melakukan Seikerei. 

Alih-alih tunduk, para santri justru bersama-sama menolak. Ketegangan meningkat hingga pecahlah “Pemberontakan Sukamanah”, sebuah perlawanan bersenjata yang dipimpin langsung olehnya.

Walau kekuatan pasukan Jepang jauh lebih besar, para santri tetap berjuang dengan keberanian luar biasa. Mereka menganggap perjuangan ini sebagai jihad fi sabilillah. 

Namun, karena perbandingan kekuatan yang tidak seimbang, perlawanan itu akhirnya berhasil dipatahkan. Banyak santri gugur, dan K.H. Zainal Mustafa pun ditangkap oleh tentara Jepang.

Baca Juga:
Biografi Teungku Fakinah: Mujahidah Aceh Paling Berpengaruh

Puncak Keberhasilan dan Kontribusi

Setelah ditangkap, K.H. Zainal Mustafa sempat diinterogasi secara brutal. Namun, di tengah penyiksaan, ia tetap tidak menyerah dan tidak pernah menyesali keputusannya. Ia bahkan sempat berkata kepada para penyidik Jepang, “Lebih baik mati sebagai pejuang daripada hidup dalam penindasan.”

Pada tanggal 25 Oktober 1944, Beliau dihukum mati di Ancol, Jakarta. Jenazahnya kemudian dimakamkan secara rahasia oleh pihak Jepang. Namun, semangat perjuangannya tidak pernah padam. Bagi para santrinya dan masyarakat Tasikmalaya, beliau adalah simbol keteguhan dan keberanian.

Kontribusinya bukan hanya pada bidang keagamaan, tetapi juga pada perjuangan kemerdekaan nasional. Pemberontakan Sukamanah dianggap sebagai salah satu bentuk awal perlawanan rakyat terhadap penjajahan Jepang, bahkan sebelum Proklamasi Kemerdekaan 1945. 

Semangat jihad dan nasionalisme yang ia tanamkan di kalangan santri menjadi inspirasi bagi gerakan perlawanan di berbagai daerah lain di Indonesia.

Pada 6 November 1972, pemerintah Indonesia secara resmi menetapkannya sebagai Pahlawan Nasional. Namanya kini diabadikan sebagai nama jalan utama di Kota Tasikmalaya dan juga di berbagai tempat lain di Jawa Barat.

Nilai, Pandangan Hidup, dan Filosofi

Filosofi hidup K.H. Zainal Mustafa berakar pada nilai-nilai Islam yang kokoh: tauhid, keikhlasan, dan keberanian menegakkan kebenaran. Ia selalu menekankan bahwa ilmu dan iman harus berjalan seiring. Dalam berbagai pengajarannya, beliau sering mengatakan bahwa ulama sejati bukan hanya yang pandai dalam ilmu, tapi juga berani dalam kebenaran.

Sikap kerasnya terhadap penjajah bukan karena kebencian semata, melainkan bentuk cinta terhadap keadilan. Ia percaya bahwa penjajahan tidak hanya merusak fisik bangsa, tapi juga merusak jiwa dan akidah umat Islam. Karena itu, baginya, melawan penjajahan adalah bagian dari ibadah.

Bagi generasi sekarang, filosofi Beliau tetap relevan. Di tengah tantangan zaman modern seperti krisis moral, ketimpangan sosial, dan derasnya arus globalisasi, kita membutuhkan sosok yang memiliki keteguhan prinsip seperti beliau.

Beliau mengajarkan bahwa perjuangan tidak selalu berarti angkat senjata; terkadang perjuangan terbesar adalah melawan kebodohan, kemalasan, dan ketidakadilan di sekitar kita.

Akhir Kehidupan dan Warisan

Meskipun wafat di tangan penjajah, nama K.H. Zainal Mustafa tidak pernah tenggelam. Ia meninggalkan warisan besar dalam bentuk Pesantren Sukamanah yang hingga kini masih berdiri dan menjadi pusat pendidikan Islam di Tasikmalaya. Pesantren ini tidak hanya melahirkan ulama, tapi juga kader bangsa yang berjiwa nasionalis dan religius.

Pada tahun 1970-an, setelah Indonesia merdeka, pemerintah melalui tim khusus akhirnya menemukan lokasi pemakamannya. Jenazah beliau kemudian dipindahkan ke Taman Makam Pahlawan Sukamanah, Tasikmalaya sebuah tempat yang kini sering dikunjungi sebagai situs sejarah perjuangan.

Warisan moral dan spiritualnya terus hidup dalam hati masyarakat. Ia dikenang bukan hanya sebagai kiai, tapi juga sebagai simbol keteguhan hati seorang pemimpin. Namanya disebut dalam doa, dalam pelajaran sejarah, dan dalam setiap kisah tentang perjuangan Islam di Nusantara.

Kesimpulan

Kisah hidup K.H. Zainal Mustafa adalah cerminan dari keberanian dan keikhlasan seorang ulama yang berjuang untuk bangsa dan agama. Dari pesantrennya di Singaparna, ia menyalakan api perlawanan terhadap penjajahan Jepang yang tak hanya bersifat fisik, tetapi juga spiritual. Meski nyawanya direnggut oleh penjajah, warisan perjuangannya tetap abadi dalam sejarah Indonesia.

Beliau mengajarkan bahwa keimanan yang kuat dapat melahirkan keberanian yang luar biasa, dan bahwa kemerdekaan sejati tidak hanya diukur dari bebasnya bangsa dari penjajahan, tapi juga dari tegaknya nilai-nilai kebenaran di hati rakyatnya.

Pertanyaan Umum (FAQ)

1. Siapakah K.H. Zainal Mustafa sebenarnya?

Ia adalah ulama pejuang dari Tasikmalaya yang menentang penjajahan Jepang karena kebijakan yang bertentangan dengan ajaran Islam. Ia memimpin perlawanan Sukamanah tahun 1944 dan dihukum mati oleh Jepang.

2. Apa kontribusi terbesarnya bagi Indonesia?

Kontribusi terbesarnya adalah menanamkan semangat jihad dan nasionalisme kepada umat Islam melalui pendidikan pesantren dan perlawanan terhadap penjajahan Jepang.

3. Apa tantangan terbesar yang dihadapi K.H. Zainal Mustafa?

Tantangan utamanya adalah tekanan dari penjajah Jepang yang memaksanya tunduk pada upacara Seikerei. Ia juga menghadapi risiko besar karena menentang kekuasaan penjajah secara terbuka.

4. Nilai apa yang bisa kita pelajari dari kehidupannya?

Dari beliau kita belajar tentang keberanian, keteguhan iman, dan pentingnya memperjuangkan kebenaran meski harus melawan arus kekuasaan.

5. Mengapa K.H. Zainal Mustafa relevan untuk generasi kini?

Karena di era modern ini, kita masih membutuhkan keteguhan moral, semangat nasionalisme, dan keberanian untuk menegakkan kebenaran seperti yang beliau tunjukkan.

Khumaira Putri
Khumaira Putri Im a Blogger Asliseymen Blog

Posting Komentar