Rahmah El-Yunusiyah: Pelopor Pendidikan Perempuan Islam dari Ranah Minang
Biografi Rahmah El-Yunusiah - Di tengah hiruk pikuk zaman kolonial, ketika suara perempuan sering tenggelam di balik dominasi laki-laki, lahirlah seorang sosok yang menyalakan obor perubahan dari tanah Minangkabau. Namanya Rahmah El-Yunusiyah, perempuan tangguh dari Padang Panjang yang kelak mengguncang pandangan dunia tentang peran perempuan dalam pendidikan Islam.
Rahmah bukan hanya seorang pendidik, tapi juga pembaharu, pejuang kemerdekaan, dan pemimpin perempuan pertama di dunia yang mendirikan lembaga pendidikan Islam untuk perempuan. Ia menanamkan gagasan berani: bahwa perempuan harus memiliki ilmu, akhlak, dan keberanian untuk berkontribusi dalam kehidupan masyarakat.
Kisah hidupnya adalah perjalanan dari ruang belajar sederhana di rumah keluarga, menuju pengakuan internasional dari Al-Azhar Mesir universitas Islam tertua di dunia. Dari Padang Panjang yang sejuk, kiprah Rahmah menjelma menjadi gerakan global yang menegaskan bahwa Islam dan kemajuan perempuan dapat berjalan seiring.
Latar Belakang Kehidupan
Rahmah El-Yunusiyah lahir pada 26 Desember 1900 di Padang Panjang, Sumatera Barat, dari keluarga Minangkabau yang dikenal religius dan terdidik. Ayahnya, Syekh Muhammad Yunus, adalah seorang ulama terkemuka, sementara ibunya Rafiah, seorang perempuan cerdas dan penuh kasih yang berperan penting dalam pembentukan karakter anak-anaknya.
Keluarga Rahmah dikenal sebagai keluarga pejuang pendidikan. Saudara laki-lakinya, Zainuddin Labay El-Yunusy, adalah pendiri Diniyah School, sebuah lembaga pendidikan Islam modern pertama di Indonesia. Di lingkungan seperti inilah Rahmah tumbuh: dalam suasana rumah yang dipenuhi semangat belajar, diskusi agama, dan dorongan untuk memperbaiki nasib umat.
Sejak kecil, Rahmah sudah menunjukkan rasa ingin tahu yang besar. Ia tak sekadar mempelajari Al-Qur’an, tapi juga memperhatikan cara ayah dan kakaknya mengajar. Ketika perempuan seusianya sibuk dengan pekerjaan rumah, Rahmah justru sibuk menyalin kitab kuning dan mendengarkan ceramah para ulama.
Masa kecilnya juga dibentuk oleh konteks sosial yang keras. Indonesia masih berada di bawah penjajahan Belanda, dan akses pendidikan bagi perempuan nyaris tertutup. Di masyarakat saat itu, perempuan sering dianggap hanya layak mengurus rumah tangga. Namun, Rahmah menolak pandangan itu. Ia yakin bahwa Islam sejati justru mendorong umatnya baik laki-laki maupun perempuan untuk menuntut ilmu.
Perjalanan Karier dan Perjuangan
Perjalanan Rahmah El-Yunusiyah di dunia pendidikan dimulai pada usia yang sangat muda. Setelah membantu di sekolah kakaknya, Diniyah School, ia melihat bahwa pendidikan perempuan masih jauh tertinggal. Kebanyakan siswi hanya diajarkan mengaji dan menjahit, tanpa diberikan pemahaman luas tentang agama, sosial, atau kepemimpinan.
Dari sinilah gagasan besar itu lahir yakni sebuah cita-cita untuk mencerdaskan perempuan melalui pendidikan Islam yang menyeluruh. Pada tahun 1923, dengan tekad yang luar biasa, Rahmah mendirikan Diniyah Putri Padang Panjang, lembaga pendidikan Islam pertama di dunia yang dikhususkan bagi perempuan.
Awal perjuangannya tidak mudah. Ia menghadapi cemoohan masyarakat, tekanan dari pihak konservatif, dan keterbatasan dana. Namun, Rahmah tak pernah gentar. Ia mengetuk pintu rumah demi rumah untuk mencari dukungan dan murid. Ia mengajar siang malam, menulis modul pelajaran sendiri, dan menanamkan nilai-nilai tanggung jawab serta keikhlasan kepada para siswinya.
Rahmah percaya bahwa pendidikan perempuan bukan sekadar memberi ilmu, tetapi membentuk karakter. Ia mengajarkan para siswi untuk berpikir kritis, mandiri, dan percaya diri. Di sekolahnya, Rahmah menggabungkan ilmu agama, ilmu umum, keterampilan hidup, serta disiplin moral.
Selama masa pendudukan Jepang, perjuangan Rahmah tidak berhenti. Ia memimpin dapur umum, mengorganisir bantuan bagi rakyat, bahkan menyembunyikan pejuang kemerdekaan di lingkungan sekolahnya. Ia dikenal sebagai sosok pemberani yang tidak hanya mendidik dengan kata-kata, tetapi juga dengan tindakan nyata.
Baca Juga:
Biografi Rohana Kudus: Wartawati Pelopor yang Mengguncang Sejarah
Puncak Keberhasilan dan Kontribusi
Puncak perjuangan Rahmah El-Yunusiyah tercapai ketika Diniyah Putri menjadi pusat pendidikan perempuan Islam yang disegani, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di mancanegara. Sekolah ini melahirkan banyak tokoh perempuan Muslim yang berkiprah di bidang sosial, pendidikan, dan politik.
Keberanian Rahmah menembus batas dunia pendidikan Islam menarik perhatian dunia internasional. Pada tahun 1955, Rahmah menerima kunjungan Syaikh Mahmud Syaltut, Rektor Universitas Al-Azhar, Mesir. Kunjungan itu menjadi momen bersejarah, Al-Azhar mengakui Rahmah sebagai pelopor pendidikan perempuan Islam di dunia.
Sebagai bentuk penghargaan, Universitas Al-Azhar kemudian mendirikan lembaga khusus untuk pendidikan perempuan yaitu Kulliyatul Banat yang diilhami oleh model pendidikan Rahmah di Padang Panjang. Pengakuan ini menegaskan bahwa gagasan Rahmah bukan hanya relevan untuk Indonesia, tetapi juga menjadi inspirasi global.
Selain di bidang pendidikan, Rahmah juga aktif dalam berbagai organisasi sosial dan politik. Ia pernah menjadi anggota Konstituante Republik Indonesia, memperjuangkan nilai-nilai Islam dan pendidikan dalam kebijakan negara. Ia juga dikenal sebagai tokoh yang memperjuangkan hak-hak perempuan dengan cara elegan tanpa melawan ajaran agama, melainkan justru menafsirkan agama secara progresif.
Keteladanan Rahmah El Yunusiah
Bagi Rahmah El-Yunusiyah, pendidikan bukan semata-mata transfer ilmu, melainkan proses pembentukan manusia seutuhnya. Ia sering mengatakan bahwa “perempuan yang cerdas akan melahirkan generasi yang cerdas pula.”
Nilai utama dalam perjuangannya adalah ikhlas, disiplin, dan keberanian moral. Ia mendidik dengan keteladanan, bukan sekadar dengan kata-kata. Rahmah juga memandang bahwa Islam memberikan ruang yang luas bagi perempuan untuk berkiprah, asalkan tetap menjaga kehormatan dan tanggung jawab.
Ia percaya bahwa perempuan tidak boleh menjadi objek perubahan, tetapi harus menjadi pelaku perubahan itu sendiri. Dalam pandangannya, perempuan berpendidikan akan menjadi pondasi kuat bagi peradaban Islam modern.
Filosofinya tentang pendidikan berimbang antara akal, hati, dan keterampilan menjadikan Diniyah Putri bukan sekadar sekolah, tetapi pusat pembentukan karakter. Hingga kini, sistem yang ia rancang masih menjadi model bagi banyak lembaga pendidikan Islam di Indonesia.
Akhir Kehidupan dan Warisan
Menjelang akhir hayatnya, Rahmah El-Yunusiyah tetap aktif mengajar dan menginspirasi generasi muda. Meskipun kesehatannya mulai menurun, ia tetap memantau perkembangan sekolahnya dan sering memberikan nasihat kepada murid-muridnya.
Rahmah wafat pada 26 Februari 1969, di usia 68 tahun, dan dimakamkan di Padang Panjang. Namun, warisannya jauh melampaui batas usia. Diniyah Putri masih berdiri tegak hingga kini, menjadi simbol perjuangan pendidikan Islam modern untuk perempuan.
Nama Rahmah El-Yunusiyah diabadikan dalam berbagai penghargaan dan lembaga pendidikan. Ia dianugerahi gelar Pahlawan Nasional Indonesia pada tahun 2019, sebagai pengakuan atas dedikasinya dalam mencerdaskan bangsa dan memperjuangkan hak perempuan dalam bingkai ajaran Islam.
Warisan moralnya tetap hidup dimana pendidikan itu adalah jalan menuju kemerdekaan sejati, dan perempuan memiliki hak serta tanggung jawab yang sama untuk membangun bangsa.
Kesimpulan
Kisah hidup Rahmah El-Yunusiyah adalah cermin dari kekuatan perempuan dalam menembus batas sejarah. Dari kota kecil Padang Panjang, ia menyalakan cahaya ilmu yang menerangi dunia Islam. Ia bukan hanya pendidik, tapi juga pemimpin spiritual yang mengajarkan bahwa ilmu dan iman adalah dua sayap kemajuan.
Warisannya mengajarkan kita bahwa setiap generasi memiliki tanggung jawab untuk melanjutkan perjuangan mencerdaskan bangsa dengan hati yang ikhlas dan visi yang luas. Rahmah telah menunjukkan bahwa satu langkah kecil di ranah Minang dapat mengguncang dunia.
Pertanyaan Umum (FAQ)
1. Siapakah Rahmah El-Yunusiyah sebenarnya?
Rahmah El-Yunusiyah adalah pendidik dan ulama perempuan asal Padang Panjang, pendiri Diniyah Putri, sekolah Islam pertama di dunia khusus untuk perempuan.
2. Apa kontribusi terbesar Rahmah El-Yunusiyah bagi Indonesia?
Ia memperjuangkan pendidikan perempuan dalam Islam dan menjadi inspirasi berdirinya lembaga pendidikan perempuan di Universitas Al-Azhar, Mesir.
3. Apa tantangan terbesar yang dihadapi Rahmah El-Yunusiyah?
Ia menghadapi pandangan patriarkal masyarakat, keterbatasan dana, serta tekanan dari pihak kolonial dan konservatif.
4. Nilai apa yang bisa kita pelajari dari kehidupannya?
Keikhlasan, keberanian moral, dedikasi terhadap pendidikan, dan keyakinan bahwa ilmu adalah hak setiap manusia tanpa membedakan gender.
5. Mengapa Rahmah El-Yunusiyah relevan untuk generasi kini?
Karena perjuangannya membuktikan bahwa perubahan sosial dapat dimulai dari ruang pendidikan dan kepemimpinan perempuan yang berlandaskan iman dan ilmu.
Posting Komentar